26 Aug 2013
Penulis: Sutikno bin Tumingan
Dibaca: 45114 kali.
Tiada
seorang muslim pun yang membesuk saudaranya yang sakit, melainkan Allah
mengutus baginya 70.000 malaikat agar mendoakannya kapan pun di siang hari
hingga sore harinya, dan kapan pun di sore hari hingga pagi harinya. (musnad ahmad 2/110, syaikh ahmad syakir mengatakan bahwa
sanadnya shahih).
Syaikh
Ahmad Abdurrahman al Banna dalam syarahnya menjelaskan, ‘Shalawat malaikat bagi
anak adam ialah dengan mendoakan agar mereka diberi rahmat dan maghfirah.
Sedang yang dimaksud dengan ‘kapanpun di siang hari’ yakni waktu ia menjenguk.
Jika ia menjenguknya di siang hari, maka malaikat mendoakannya hingga sore hari
dan bila ia menjenguknya di malam hari, maka malaikat mendoakannya hingga pagi.
Oleh karena itu, orang yang berniat hendaknya berangkat sepagi mungkin di awal
siang, atau bersegera begitu malam menjelang, agar semakin banyak didoakan
malaikat.
‘Siapa
yang membesuk orang sakit di pagi hari akan diiring oleh 70.000 malaikat, semuanya
memohonkan ampun untuknya hingga sore hari, dan ia mendapat taman di jannah.
Jika ia membesuknya di sore hari, ia akan diiring oleh 70 ribu malaikat yang
semuanya memintakan ampun untuknya hingga pagi, dan ia mendapat taman di
jannah.’ (musnad ahmad 2/206, hadits 975. Syaikh ahmad syakir menilai hadits
ini shahih)
AKU
SAKIT, TETAPI KAMU TIDAK MENJENGUK-KU!
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya pada hari kiamat Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
‘Hai
Anak Adam, Aku Sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.’
Dia
berkata. ‘Wahai Rabb-ku, bagaimana saya menjenguk-Mu, padahal Engkau adalah
Rabb semesta alam?!’
Dia
berfirman, ‘Tidak tahukah kamu bahwa hamba-Ku, fulan, sakit, tetapi kamu tidak
menjenguknya. Tidak tahukah kamu jika kamu menjenguknya, kamu akan mendapati
Aku berada di sisi-Nya.’
(diriwayatkan
oleh Muslim, no. 2569)
HUKUM
MENJENGUK ORANG SAKIT
Menjenguk
orang sakit diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al
Bara bin Azib radhiyallahu anhu meriwayatkan, “Nabi menyuruh kita tujuh hal dan
melarang kita tujuh hal. Beliau menyuruh kita untuk mengantarkan jenazah,
menjenguk orang sakit, memenuhiundangan, menolong orang yang teraniaya,
melaksanakn sumpah, menjawab salam, dan mendoakan orang yang bersin. Dan beliau
melarang kita memakai wadah (bejana) dari perak, cincin emas, kain sutera, dibaj
(sutera halus), qasiy (sutera kasar), dan istibraq (sutera
tebal). (Bukhari no.1239; Muslim no.2066)
Hadits-hadits
yang memerintahkan kita untuk menjenguk orang sakit, membuat Imam Bukhari
membuat “bab Wujubi ‘Iyadatil-Maridh” (Bab Kewajiban Menjenguk Orang Sakit) di
dalam kitab shahih nya.
Imam
Ath Thabari menekankan bahwa menjenguk orang sakit merupakan kewajiban bagi
orang yang diharapkan berkah (dari Allah datang lewat diri) nya, disunnahkan
bagi orang yang memelihara kondisinya, dan mubah bagi mereka.
Imam
Nawawi mengutip kesepakatan ulama bahwa menjenguk orang sakit hukumnya bukan
wajib, yakni wajib ‘ain, (melainkan wajib kifayah).
MANFAAT
MENJENGUK ORANG SAKIT
Selain
mendapat keutamaan sebagaimana hadits-hadits yang disebutkan diatas, menjenguk
orang sakit memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
- Menjenguk orang sakit berpotensi memberi perasaan dan kesan kepadanya bahwa ia diperhatikan orang-orang disekitarnya, dicintai, dan diharapkan segera sembuh dari sakitnya. Hal ini dapat menentramkan hati si sakit.
- Menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari pasien; hal ini dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh.
- mencari tahu apa yang diperlukan si sakit.
- mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit.
- mendoakan si sakit
- melakukan ruqyah (membaca ayat-ayat tertentu dari Al Quran) yang syar’i.
MESKI
SAKIT RINGAN, TETAP DIJENGUK!
Hadits-hadits
yang ada, menyuruh dan mengajurkan untuk menjenguk orang sakit, baik yang sakit
kecil maupun dewasa, anak-anak maupun orang tua, dari kaum laki-laki maupun
wanita. Sakit ringan maupun berat. Yang sakit terpelajar atau bukan, orang kota
maupun desa, pejabat maupun rakyat jelata, miskin maupun kaya, mengerti makna
menjenguk orang sakit atau pun tidak.
Menjenguk
orang sakit tetap dianjurkan, bahkan terkadang, dalam kondisi tertentun menjadi
wajib, tanpa melihat bentuk penyakit tersebut, apakah tergolong parah atau
ringan. Hal ini sudah mulai memudar di antara kita, bahkan seringkali sebagian
kita hanya merasa perlu menjenguk teman, saudara, atau kenalan yang sakit; jika
sudah masuk rumah sakit. Sekian lama terbaring di rumah, hanya sedikit yang
menjenguknya. Apalagi jika penyakit tersebut digolongkan penyakit ringan.
Padahal, nabi shallallahu alaihi wa sallam menjenguk salah seorang sahabatnya
yang ‘hanya’ sakit mata. Sakit mata biasa, bukan sejenis kebutaan atau penyakit
mata berat lainnya!
Al
Hafizh Ibnu Hajar berkata, ‘mengenai menjenguk orang yang sakit mata, bahkan
sudah ada hadits khusus yang membicarakannya, yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia
menceritakan, ‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjenguk saya karena
saya sakit mata.’ (lihat adabul mufrad, no.532)
MENJENGUK
LAWAN JENIS?
Wanita
boleh menjenguk laki-laki yang sedang sakit, ataupun sebaliknya; meskipun bukan
mahramnya. Akan tetapi, hal ini dengan syarat aman dari fitnah, menutup aurat,
dan tidak terjadi khalwat (berduaan dengan lawan jenis).
Aisyah
radhiyallahu anha meriwayatkan, Ketika Rasulullah shallalallahu alaihi wa
sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata
Aisyah, aku menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai
Bilal, bagaimana keadaanmu?” (HR. Bukhari no.5654)
Ibnu
Syihab meriwayatkan dari Abu Umamah bin Sahal bin Hanaif, ‘Bahwa dirinya
diberitahu bahwasanya ada seorang wanita miskin yang sedang sakit. Kemudian
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pun diberitahu tentang sakitnya wanita
tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dahulu suka menjenguk
orang-orang miskin dan menanyakan keadaan mereka.” (HR. Malik, Al Muwaththo’
no.531)
BOLEHKAH
MENJENGUK ORANG MUSYRIK?
Menjenguk
orang kafir oleh sabagian ulama dihukumi makruh. Hal ini dikarenakan: secara
implisit (tidak langsung) merupakan penghormatan kepada mereka. (lihat
At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/276).
Namun
sebagia ulama yang lain berpendapat bolehnya menjenguk orang kafir apabila ada
harapan untuk masuk islam. Pendapat ini lebih dekat kepada apa yang dilakukan
oleh Rasullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Anas
bin Malik meriwayatkan, ‘Bahwasanya ada seorang anak muda Yahudi yang pernah
menjadi pembantu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dia sakit, lalu Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menjenguknya. Kemudian beliau bersabda,
‘Masuklah Islam!” Maka dia pun masuk Islam.” (HR. Bukhari no.5657)
Sa’id
bin Musayyib meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata, ‘Ketika Abu Thalib hendak
dijemput kematian. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatanginya seraya
bersabda, ‘Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illa Allah’ sebuah kalimat yang bisa aku
jadikan sebagai hujjah untukmu di sisi Allah kelak.’ (HR. Bukhari no.6681)
KAPAN
WAKTU MENJENGUK ORANG SAKIT?
Tidak
ada keterangan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menerangkan
waktu-waktu tertentu untuk menjenguk orang sakit. Oleh karena itu, dapat
dilakukan kapan saja, selama tidak merepotkan si sakit dan keluarganya.
Salah
satu alasan menjenguk orang sakit adalah meringankan penderitaan si sakit dan
memberinya dukungan moral, sehingga sangat tidak bijaksana jika kedatangan kita
malah merepotkan yang bersangkutan.
Waktu
yang tepat untuk menjenguk berbeda-beda pada setiap keadaan. Berbeda-beda dari
waktu ke waktu dan antara satu tempat dengan tempat lainnya. Oleh karena itu,
kita harus jeli mencari waktu yang pas untuk menjenguk, mampu memperkirakan
kondisi si sakit & keluarganya (sedang beristirahat atau tidak, sedang
banyak tamu atau tidak, dan lain sabagainya).
PERSINGKAT
WAKTU KUNJUNGAN!
Hendaknya
kita memperhatikan waktu ketika menjenguk orang sakit. Jangan sampai terlalu
lama, karena hal ini bisa membebani bahkan menambah penderitaan si sakit
ataupun keluarganya.
Ibnu
Thowuss mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata, ‘Sebaik-baik kunjungan kepada
orang sakit ialah yang paling singkat.’
Asy-Sya’bi
mengatakan, ‘Kunjungan orang dungu lebih berat dirasakan oleh keluarga si sakit
daripada sakitnya salah seorang angota keluarga mereka. Yaitu, orang yang
datang menjenguk pada waktu yang tidak tepat dan duduk terlalu lama.’ (lihat
At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/277)
Namun,
apabila si sakit suka berlama-lama dengan penjenguknya, dan ingin dikunjungi
sesering mungkin, maka sebaiknya keinginan tersebut dikabulkan oleh si
penjenguk. Sebab, hal ini berarti memberikan kegembiraan dan dukungan moral
kepada si sakit.
Hal
ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap
Sa’ad bin Mu’adz sewaktu ia menjadi korban perang Khandaq. Ketika itu Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan agar Sa’ad dibuatkan kemah di dalam
masjid agar beliau bisa menjenguknya dari dekat. Sahabat mana yang tidak suka
ditunggui oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan dikunjungi berulang kali?
(lihat Bukhari no.463)
BERAPA
KALI MENJENGUK SESEORANG?
Hal
ini dikembalikan kepada kebiasaan, kondisi penjenguk, kondisi si sakit, berapa
jauh hubungan yang bersangkutan dengan si sakit.
Orang
yang lama jatuh sakit, maka dia dijenguk dari waktu ke waktu, dalam hal ini
tidak ada batasan waktu tertentu.
MENJENGUK
ORANG YANG PINGSAN ATAU KOMA
Orang
sakit yang dapat merasakan kehadiran kita dan yang tidak dapat merasakan
kehadiran kita (misalnya karena pingsan atau koma), sama-sama memiliki hak
untuk dijenguk. Janganlah kita enggan menjenguknya, dengan alasan, toh…mereka
tidak tahu dijenguk atau tidak…mereka tidak dapat merasakan kehadiran kita.
Ibnu
Hajar Al Asqolani mengatakan, ‘Anjuran menjenguk orang sakit tidak hanya
ditujukan agar si sakit mengetahui penjenguknya. Sebab, di balik kunjungan itu
ada dukungan moral kepada keluarganya, harpaan mendapatkan berkah dari doa
penjenguk, sentuhan tangannya kepada si sakit, meniupkan bacaan mu’awwidzat,
dan lain-lain.’ (Fathul baari, 10/119)
DIMANA
POSISI DUDUK PENJENGUK?
Orang
yang menjenguk, dianjurkan duduk di dekat si sakit.
‘Adalah
nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika menjenguk orang sakit, beliau duduk di
sisi kepalanya.’ (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no.536, hadits shahih)
Diantara
manfaat duduk di sisi kepala si sakit: memberi rasa akrab kepada si sakit, dan
memungkinkan bagi penjenguk untuk menyentuh si sakit, memanjatkan doa untuknya,
meniupnya dengan ruqyah, dan lain sebagainya.
MENANYAKAN
KEADAAAN SI SAKIT
Ada
baiknya kita menanyakan keadaan si sakit, sebagaimana yang dilakukan oleh
Aisyah Radhiyallahu Anha, Ketika Rasulullah shallalallahu alaihi wa
sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata
Aisyah, aku menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai
Bilal, bagaimana keadaanmu?” (HR. Bukhari no.5654)
JANGAN
PAKSA SI SAKIT BERCERITA PANJANG LEBAR!
Diantara
maksud mengunjungi si sakit adalah untuk meringankan kan penderitaannya, oleh
karena itu jangan sampai membebani bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun
keluarganya.
Satu
hal yang dapat membebani si sakit atau keluarganya adalah pertanyaan kronologis
musibah atau penyakit. Si sakit atau keluarga diminta untuk menceritakan
kronologis kejadian yang cukup panjang; dan repotnya lagi, cerita ini harus
diceritakan berulang kali karena hampir setiap pembesuk menanyakan, ‘awal
mulanya bagaimana?’ ; ‘kejadiannya bagaimana?’ 1
HIBUR
& BERIKAN HARAPAN SEMBUH!
Ada
baiknya penjenguk menghibur si sakit atau keluarga si sakit dengan
pahala-pahala yang akan di dapat mereka.
‘Setiap
muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan Allah
hapuskan berbagai kesalahannya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun-daunnya.’
(HR. Muslim)
‘Cobaan
itu akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada
anaknya, ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa
sedikitpun.’ (HR. Tirmidzi)
‘Saat
orang-orang tertimpa musibah diberi pahala di hari kiamat nanti, orang-orang
yang selamat dari berbagai musibah tersebut berharap seandainya dahulu di dunia
kulit mereka dikerat dengan gergaji besi…’ (HR. Tirmidzi)
Ada
baiknya pula penjenguk memberikan harapan sembuh kepada si sakit. Misalnya
dengan mengatakan. ‘Tidak perlu kuatir, insya Allah Anda akan
sembuh.’ atau ‘penyakit ini tidak berbahaya, Anda akan segera
sembuh,insya Allah.’ atau kalimat-kalimat lain yang dapat menumbuhkan
semangatnya untuk sembuh.
JANGAN
MENAKUT-NAKUTI!
Apa
yang kita sampaikan kepada si sakit maupun keluarganya, harus kita perhatikan
benar-benar. Ucapkanlah kalimat-kalimat yang baik, yang dapat menumbuhkan
motivasi atau meringankan musibah yang dialami mereka. Jangan sampai apa yang
kita sampaikan malah menimbulkan rasa takut & cemas terhadap si sakit
maupun keluarganya.
Diantara
yang dapat menimbulkan rasa takut adalah cerita atau kabar bahwa seseorang
mengalami hal yang sama, namun berakhir dengan cacat seumur hidup, dengan
kematian….; kalau maksud yang bercerita adalah agar keluarga si sakit
berhati-hati dan waspada terhadap musibah yang diderita si sakit, alangkah
baiknya jika di kemas dengan kalimat-kalimat yang baik.2
MEMAHAMI
KELUHAN SI SAKIT
Keluhan
yang diucapkan si sakit ada dua kemungkinan:
Pertama, diucapkan sebagai ekspresi kekesalan dan kejengkelan. Hal
ini tentnu saja dilarang oleh agama Islam, karena merupakan indikator lemahnya
keyakinan dan tidak rela terhadap qadha dan qadar Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apabila kita mendengar keluhan semacam ini, si sakit segera diingatkan,
dinasehati dengan cara yang baik.
Kedua, diucapkan dalam rangka memberi
informasi tentang dirinya tanpa mengharap belas kasih kepada makhluk dan tidak
pula menggantungkan harapan kepada mereka. Hal ini tentu saja boleh dilakukan,
bahkan didukung oleh dalil syari:
Ibnu
Mas’ud meriwayatkan:
‘Aku
pernah menghadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, sementara beliau sedang
menderita demam. Lalu aku menyentuhnya dengan tanganku, kemudian aku
mengatakan, ‘Sungguh, Engkau menderita demam yang sangat berat.’ Beliau
menjawab, ‘Ya, seperti layaknya demam yang diderita oleh dua orang dari
kalian.’ ‘Engkau mendapat dua pahala?’ tanya Ibnu Mas’ud. Beliau menjawab ,’Ya.
Tidaklah seorang muslim mengalami penderitaan -sakit dan sebagainya- melainkan
Allah akan merontokkan keburukan-keburukannyaa sebagaimana pohon merontokkan
daunnya.” (HR. Bukhari no.5667)
MENANGIS
DI TEMPAT ORANG YANG SAKIT?
Yang
nampak dari kita, hukumnya boleh. Sebab, Abdullah bin Umar meriwayatkan,
‘Sa’ad
bin Ubadah pernah mengeluhkan sakit yang di deritanya, kemudian Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menjenguknya bersama dengan Abdurrahman bin
Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika beliau menemuinya,
beliau mendapatinya sedang dikerumuni oleh keluarganya. Lalu beliau bertanya,
‘Apakah dia sudah meninggal?’ Mereka menjawab, ‘Tidak ya Rasulullah!’ Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam menangis, dan ketika orang-orang melihat tangisan
nabi, maka mereka pun menangis. Lalu beliau bersabda, ‘Tidakkah kalian
mendengar, sesungguhnya Allah tidak mengadzab karena linangan air mata maupun
kesedihan hati, melainkan mengadzab karena ini -dan beliau menunjuk ke arah
lidahnya- atau Dia berbelas kasih. Dan sesungguhnya mayit itu akan disiksa
karena tangisan keluarganya yang meratapi (kepergian) nya.’ (HR.
Bukhori no.1304)
MENDOAKAN
SI SAKIT
Orang
yang menjenguk orang sakit hendaknya tidak berkata-kata kecuali sesuatu yang
baik. Sebab para malaikat akan mengamini apa yang akan diucapkannya.
Dari
Ummu Salamah, doa mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda:
‘Apabila
kamu mendatangi orang sakit atau mayit, maka ucapkanlah kata-kata yang baik.
Karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan.’ Kemudian, kata
Ummu Salamah, ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku pun mendatangi Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya mengatakan, ‘Ya Rasulullah, Abu Salamah
sudah meninggal dunia.’ Beliau lantas bersabda, ‘Ucapkanlah: Ya Allah,
ampunilah aku dan dia, dan berilah aku pengganti yang baik.‘ Ummu Salamah
berkata, ‘Lalu aku mengatakannya. Kemudian Allah memberiku pengganti yang lebih
baik bagiku daripada dia (Abu Salamah), yakni Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam.’ (HR. Muslim no.919)
Orang
yang menjenguk orang sakit dianjurkan berdoa agar si sakit diberikan rahmat,
ampunan, kebersihan dari dosa, keselamatan, dan kebebasan dari penyakit.
Diantara doa yang pernah dibaca oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam:
1.
Mengucapkan: “Laa ba’sa thohuurun in syaa’allooh.” ‘tidak mengapa, semoga
dapat membersihkan kamu (dari dosa) insya Allah.’ (riwayat Bukhari dalam al
fath: 10/118)
Kata
‘tidak mengapa’ maksudnya ialah bahwa sakit itu dapat menghapus kesalahan. Jika
mendapat kesembuhan setelah sakit, maka berarti mendapatkan dua keuntungan
sekaligus. Dan jika tidak, maka akan mendapatkan keuntungan berpa penghapusan
dosa.
2.
Membaca doa: “ As alukalloohal-’azhiima, robbal ‘arsyil-’azhiimi,
ayyasyfiyaka.” (7x) “Aku memohon kepada Allah yang Maha Agung, Rabb
‘Arsy yang agung agar menyembuhkanmu.”
‘Tidak
ada seorang muslim yang menjenguk seorang yang sedang sakit yang belum sampai
kepada ajalnya, lalu dia membacakan doa As alukalloohal-’azhiima, robbal
‘arsyil-’azhiimi, ayyasyfiyaka tujuh kali, kecuali dia akan sembuh.’
(Shahih At Tirmidzi: 2/210)
RUQYAH
KEPADA SI SAKIT
Orang
yang menjenguk orang sakit dianjurkan untuk melakukan ruqyah terhadapnya.
Terutama kalau si penjenguk termasuk orang yang bertakwa dan shalih. Karena
ruqyah yang dilakukannya akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada
orang lain (karena faktor ketakwaan & keshalihannya tersebut).
Di
antara ruqyah syariah yang ada:
1.
Ruqyah dengan mu’awwidzatain (surat al ikhlas, al falaq, dan an naas)
‘adalah
rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika salah satu dari keluarganya
sakit, beliau meniup keluarganya dengan (bacaan) mu’awwidzat…’ (HR. Muslim
no.2192)
2.
Ruqyah dengan surat al fatihah
Hal
ini pernah dilakukan oleh Abu Said al Khudri terhadap kepala suku yang
tersengat serangga. (lihat HR. Muslim no.2201)
3.
Ruqyah dengan doa
‘Adalah
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika salah seorang dari kami
mengeluh sakit, maka beliau mengusapnya dengan tangan kanannya, kemudian beliau
mengucapkan: “Hilangkanlah penderitaan ini wahai Rabb manusia. Sembuhkanlah,
karena Engkaulah yang Maha Menyembuhkan. Tiada kesembuhan melainkan
kesembuhan-Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Muslim
no.2191)
KARANGAN
BUNGA?
Ada
sebagian orang yang ketika mengunjungi orang sakit selalu menyempatkan diri
untuk membawa karangan bunga kepada si sakit. Ada pula yang menelipkan tulisan
yang berisi ungkapan dan harapan agar lekas sembuh. Hal ini dilarang, karena:
- tradisi semacam ini berasal dari agama lain, padahal kita dilarang untuk menyerupai perilaku mereka.
- mengganti doa untuk si sakit agar diberikan kesucian, rahmat, ampunan, dan kesehatan dengan ungkapan-ungkapan kering dan harapan-harapan yang tidak bisa dimajukan atau diundur.
- mengganti ruqyah yang syari melalui bacaan ayat-ayat al quran maupun hadits dengan karangan bunga yang barangkali akan layu sehari atau dua hari kemudian.
MEMBACAKAN
SURAT YASIN?
Ada
sebagian orang yang membacakan surat yasin kepada orang yang sakit, terutama
jika si sakit sudah sangat parah, koma, atau jika dalam keadaan menjemput ajal.
Mereka
berdasarkan pada:
“Tidak
seorang pun yang akan mati, lalu dibacakan buatnya surat yasin, kecuali pasti
diringankan/dimudahkan kematiannya.”
Keterangan:
hadits
ini derajatnya “Maudhu/palsu”, diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalan Akhbar
al Asbahan 1/188, di dalamnya ada seorang perowi yang suka memalsukan hadits
yang bernama ‘Marwan bin Salim Al Jazari’. Imam Bukhori dan Muslim mengatakan
bahwa Marwan bin Salim dalam meriwayatkan hadits tergolong ‘MUNGKARUL HADITS’
(lihat: Mizanul I’tidal 4/90). 3
“Bacakanlah
surat Yasin untuk orang-orang yang akan mati di antara kamu.”(Riwayat Abu
Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i. Derajat hadits Dhaif.)4
Karena
hadits-hadits di atas adalah dhaif & maudhu/palsu, maka pembacaan surat
yasin untuk orang-orang yang akan mati tidak dapat diamalkan. Hal ini
sebagaimana keterangan para ulama bahwa hadits lemah tidak dapat dipakai
sebagai dasar suatu amalam meskipun hanya fadhaail amal. Soal aqidah, ibadah,
muamalah, maupun fadhaail amal harus berdasarkan dalil yang shahih. Di antara
salah satu sebab munculnya bidah adalah karena pengamalan hadits-hadits lemah
maupun palsu. Tidak dibenarkan menetapkan hukum syari, baik hukum mustahab
(sunnat) atau hukum lainnya dengan hadits lemah. Inilah pendapat yang benar.
Konsekuensinya, tidak ada perbedaan antara hadits tentang fadhaail amal dengan
hadits tentang hukum. Inilah pendapat mayoritas ulama, seperti Al Hafizh Ibnu Hajar
al Asqolani, Imam Asy Syaukani, Al Allamah Shiddiq Hasan Khan dan Syaikh
Muhammad Syakir serta lainnya.
PERLUKAH
EUTHANASIA?
Terkadang,
karena sakit yang diderita sangat berat, atau keluarga sudah tidak tega
melihatnya; serta menurut ilmu medis, pasien tersebut tidak dapat sembuh,
baginya kematian hanya soal waktu; seseorang disarankan atau meminta suntikan
euthanasia, sehingga si sakit dapat segera terbebas dari penderitaan yang
sering dialaminya selama ia masih hidup.
Euthanasia
sebaiknya tidak dilakukan, hal ini karena: euthanasia menghalangi si sakit
ataupun orang-orang di sekitar si sakit untuk mendapatkan manfaat dari status
kehidupannya.
Dengan
tetap hidup dengan kondisi semacam itu, si sakit akan dihapus catatan buruknya
dan diangkat derajatnya, jika ia memiliki iman dan ihsan.
Dengan
tetap hidup, yang bersangkutan terkadang mendapatkan doa yang baik dan diterima
oleh Allah. Sehingga disembuhkan oleh Allah Yang Maha Kuasa atas segala
sesuatu, atau diampuni dosa-dosanya berkat doa sesama muslim yang ditujukan
kepadanya.
Dengan
tetap hidup, maka catatan buruk keluarganya yang dirundung kesedihan dan
kegelisahan akan dihapus.
‘Tidaklah
seorang muslim mengalami kepayahan, kesakitan, kegelisahan, kesedihan,
gangguan, maupun kesusahan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan dengan itu
Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya. ‘ (HR. Bukhari no.5642)
Dengan
tetap hidup, maka kebajikannya akan tetap mengalir dan tidak terputus, terutama
jika yang bersangkutan adalah seorang ayah atau ibu.
Dan
dengan tetap hidup, maka pahala akan tetap melimpah kepada orang yang menjenguk
dan mengunjungi si sakit. Penjenguk akan mendapatkan shalawat dari 70 ribu
malaikat yang ditugaskna mendoakannya, insya Allah.
Semoga
bermanfaat, Allahu A’lam 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar